Jumat, 09 Desember 2011

matkulyah toksikology ibu ganthina poltekkes kemenkes bandung


LAPORAN TOKSIKOLOGI


Judul              :  IDENTIFIKASI FORMALDEHID DALAM MAKANAN
Tanggal          :
Prinsif             :  Sampel makanan dipanaskan dalam penangas air yang mendidih, formaldehid direaksikan dengan asam kromatrofat (Chromotropic Acid = 1,8-dihidroksinaftalen 3,6 disulfonare sodium salt) membentuk senyawa yang berwarna ungu.
Reaksi             :

Dasar teori     :
Formalin adalah larutan 30-50 % gas formaldehid yang sangat toksik dengan bau yang sangat iritatif meskipun dengan kadar sangat rendah (< 1 ppm). Zat ini membentuk polimer yang dikenal dengan nama paraformaldehid yang berupa serbuk. Serbuk Paraformaldehid dahulu pernah dipakai dalam sediaan serbuk tabur untuk desinfektan, namun sekarang sudah tidak pernah dipakai lagi. Untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung sampai 15 % metanol. Formaldehid dibuat dengan cara mengoksidasi metanol. Sebagai Formalin sering dipakai dalam pengawetan mayat dan organ-organ mahluk hidup, sterilisasi ruang dan  industri berbagai macam produk barang (kertas, plywood, tekstil, dll ). Untuk pengawetan makanan bahan ini tidak dianjurkan (dilarang digunakan). Jalur paparan formalin adalah lewat hirupan (inhalasi), iritasi pada mata dan kulit. Hirupan dengan kadar 0.5-1.0 ppm  lewat pernafasan akan segera diabsorpsi ke paru dan menyebabkan paparan akut berupa pusing kepala, rhinitis dan dispnea  Pada kadar paparan yang lebih besar akan menyebabkan iritasi pada membran mukous, rasa terbakar dan lakrimasi (keluar air mata dan pada dosis lebih tinggi bisa buta), bronkhitis, edema pulmonari atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronkhus dan menyebabkan akumulasi cairan di paru. Pada individu yang sensitif dapat menyebabkan asma dan dermatitis meskipun dengan paparan dosis rendah. Karena berat jenisnya gas formaldehid yang lebih besar dari udara makan akan memudahkan terjadi aspiksia pada keadaan ruang yang jelek ventilasinya dan tertutup.
Formaldehid termasuk bahan yang dikelompokkan sebagai salah satu bahan yang dicurigai bersifat karsinogenik. Beberapa penelitian dengan paparan khronik dosis rendah yang berulang pada hewan coba diduga bahan ini dapat menyebabkan kanker sinus-hidung dan leukemia. Penggunaan sebagai pengawet makanan adalah dilarang karena bahaya yang diuraikan di atas tadi baik akut maupun khronik.
Kalau dilihat dari kasus penggunaan formalin untuk pengawet makanan ikan asin, mie dan tahu mungkin akibat mengakibatkan khronik pada kesehatan yang akan di alami konsumen nantinya. Sedang pada individu tertentu mungkin juga ada reaksi alergi karena dengan dosis rendah sudah dapat menyebabkan reaksi alergi dengan manifestasi dermatitis pada kulit. Sedang bagi orang (pekerja) yang memproses pengawetan resiko pada kesehatannya akan semakin besar karena paparannya akan lebih sering, kontak hirupan atau kena mata / kulit dan tertelan juga lebih banyak, apalagi tanpa menggunakan alat pelindung tubuh yang memadai untuk mengurangi paparan tersebut. Karena dampak khronik yang terjadi, maka kita belum bisa mengetahuinya sekarang, mungkin beberapa tahun kemudian.
Penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tentunya melanggar beberapa peraturan perundangan yang ada, antara lain Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Perlindungan Kon- sumen, Undang-Undang Pangan, Permenkes tentang Bahan Tambahan Makanan yang dilarang, Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan. Ada sanksi hukum bagi produsen baik denda maupun pidana. Sayangnya sosialisasi  peraturan yang ada ini belum banyak diketahui oleh produsen makanan, aparat / petugas departemen terkait untuk melakukan pengawasan dan pembinaan secara kontinyu. Hal ini sangat diperlukan karena umumnya yang melanggar adalah industri kecil / rumah tangga yang pengetahuan masalah keamanan pangan masih sangat rendah.
Belajar dari kasus ini tentunya agar tidak terulang, tidak merugikan konsumen dan juga produsen, pekerja yang melakukan pengawetan baik dari  segi sosial, ekonomi, hukum dan kesehatan, maka distribusi formalin perlu diatur seperti halnya bahan prekursor narkotika-psikotropika yang sudah diatur oleh peraturan dari Badan POM RI. Bisa juga peraturan dibuat oleh masing-masing daerah terutama yang banyak industri kecil / rumah tangga dengan produk makanan yang memungkinkan   menggunakan formalin atau bahan tambahan makanan terlarang lainnya (rhodamin-B, methanyl yellow dlsbnya). Koordinasi antar departemen sangatlah penting dalam pengawasan dan pembinaan industri tersebut. Tidak kalah pentingnya  adanya  penerapan metode alternatif yang murah , mudah dan cepat dan tepat guna sebagai pengganti  pemrosesan makanan agar menjadi lebih awet dan tetap aman untuk dikonsumsi. Tentunya peran dari para ahli teknologi pangan sangat diharapkan bantuannya dalam proses pengawetan makanan tersebut. Bagi  produsen yang  tidak menggunakan formalin dan terkena imbas issu formalin sehingga omzetnya menurun, tentunya perlu menyebutkan  produk makanannya  “tanpa formalin”, bila perlu disahkan  dengan keterangan yang kuat dari departemen yang terkait. Bagi distributor / toko penjual formalin maupun bahan tambahan makanan yang dilarang lainnya juga perlu mengetahui peraturan perundang-undangan di atas agar penyalahgunaan formalin untuk pengawetan makanan tidak terulang lagi dan meresahkan masyarakat luas.
Alat dan Bahan :
Alat : 1. Labu Kjeldahl 250 ml                       Bahan  : 1. Asam fosfat
          2. Pendingin Liebig                                              2. Larutan jenuh asam kromatrofat
                                                                                          ± 500mg Chromotrofic Acid
                                                                                          dilarutkan dalam 100 mL H2SO4
                                                                                                                           72 %.
Cara kerja :
1.      sample ditambah aquadest sebanyak 100 ml
2.      ditambah asam fosfat sebanyak 50 ml
3.      masukan ke dalam labu kjeldahi kemudian di destilasi perlahan-lahan sampai di peroleh destilat ± 5 ml
4.      masukan 1 ml larutan destilat ke dalam tabung reaksi
5.      tambahkan asam kromatropat sebanyak 5 ml
6.      campur larutan sampai homogen
7.      masukan kedalam penangas air ± 15 menit sampai timbul warna ungu / violet



Tidak ada komentar:

Posting Komentar